Selasa, 15 Maret 2011

Sejarah Nias Barat

Sejarah Nias Barat :

I. Berdasarkan Historis Teritorial Kewilayahan

Pada tahun 1919 sewaktu Nias dijajah oleh Belanda Pulau Nias hanya terdiri dari 8 kecamatan dan salah satu kecamatannya adalah kecamatan Nias Barat dengan Ibukota di Lahagu. Kecamatan Nias Barat terdiri dari 7 öri atau negeri yaitu :

1. Lahagu
2. Tugala’oyo
3. Moro’ö
4. Ulumoro’ö
5. Ma’u
6. Lahömi
7. Hinako

Pada tahun 1945 dan sebelumnya sejak Nias dijajah oleh Jepang dan sampai pada jaman kemerdekaan di 1965 kecamatan Nias Barat terdiri dari 5 öri atau negeri yaitu :

1. Lahömi dengan pusat Tuhenöri di Fulölö
2. Hinako dengan pusat Tuhenöri di Hinako
3. Talunoyo dengan pusat Tuhenöri di Lahagu
4. Ulu Moro’ö dengan pusat Tuhenöri di Simaeasi/Lawelu
5. Moro’ö dengan pusat Tuhenöri di Iraonogambö

Pada tahun 1966 sampai pada tahun 1999 dan sampai ada usulan pembentukan daerah otonomi, kecamatan di wilayah Nias Barat terdiri dari 2 kecamatan yaitu

1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua
2. Kematan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe

Pada tahun 2003 sewaktu usulan pembentukan Kabuparen Nias Barat terdiri dari 3 kecamatan yaitu

1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua
2. Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe/Fadorobahili
3. Kecamatan Lölöfitu Moi dengan Ibukota Lölöfitu Moi (Pemekaran dari Kecamatan Gidö).

Pada Pemekaran kecamatan berdasarkan perda no.5 tahun 2005 maka wilayah kabupaten Nias Barat menjadi :

1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua
2. Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe
3. Kecamatan Lölöfitu Moi dengan Ibukota Lölöfitu Moi
4. Kecamatan Mandrehe Utara dengan ibukota Lahagu
5. Kecamatan Mandrehe Barat dengan ibukota Lasarafaga
6. Kecamatan Moro’ö dengan ibukota Hilifadolo
7. Kecamatan Ulu Moro’ö dengan ibukota Lawelu
8. Kecamatan Lahömi dengan ibukota Sitölubanua

II. Berdasarkan Historis Strategi Perjuangan

Seiring dengan kemerdekaan negara republik Indonesia maka wilayah Nias Barat yang terdiri dari öri Lahömi, öri Hinako, öri Talunoyo, öri Ulu Moro’ö, öri Moro’ö sangat terisolir dan boleh dikatakan merupakan wilayah yang terabaikan dari pemerintahan daerah kabupaten yang berpusat di Gunungsitoli.

Oleh keterbelakang tersebutlah maka di Nias Barat tak ubahnya seperti wilayah yang belum merdeka artinya para pejabat pemerintah yang ditempatkan disana bukan bertindak sebagai pamong pengayom masyarakat melainkan menjadi orang-orang yang menakuk-nakuti rakyat dengan memberikan berbagai beban pekerjaan dan pembayaran kepada rakyat seperti beban memperbaiki jalan raya dan berbagai macam pungutan.

Keadaan pada birokrasi pemerintahan yang menjadikan wilayah Nias Barat terabaikan hal yang sama terjadi dalam bidang pelayanan keagamaan dimana hirarki yang terlalu jauh antara jemaat dengan kantor pusat BNKP atau kantor pendeta distrik akan sangat mengganggu kecepatan pelayanan kepada masyarakat. Maka demi mengutamakan efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada jemaat yang berada jauh dipedalaman Nias Barat dengan berani tiga orang pendeta distrik yaitu 1. Pdt. Kart Dalihuku Marundruri dari distrik Hinako 2. Pdt. Fosasi Daeli dari distrik Lahömi dan 3. Pdt. Fangaro Gulö dari distrik Moro’ö menyatakan mendirikan gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) pada 16 April 1952 yang mana dengan demikian memiliki keleluasaan dalam melakukan pelayanan kepada jemaat dan tidak memiliki beban psikologis yang dibatasi oleh panjangnya rentang kendali hirarki aturan gereja di BNKP. Tujuan utamanya adalah jemaat atau umat harus dilayani secara sungguh-sungguh tanpa dihalangi oleh aturan yang rumit.

Berpedoman pada keberanian para rohaniawan Nias Barat yang lebih mementingkan pelayanan umat atau rakyat daripada atasan di hirarki. Maka pada tahun 1950an juga tokoh masyarakat di Nias Barat telah memperbincangkan rencana pembentukan kabupaten Nias Barat namun oleh berbagai hambatan niat tersebut belum bisa terwujud.

perjalan-di-nias-1975Susahnya akses jalan dari Nias Barat ke Gunungsitoli yang harus ditempuh dengan berjalan kaki menyelusuri jalan setapak, naik dan turun gunung, menyelusuri dan menyeberang sungai apakah itu sungai Lahömi, Moro’ö, Siwalawa, Oyo, Muzöi serta sungai kecil lainnya belum lagi yang dari Hinako harus menyeberangi lautan menuju ke Sirombu. Melewati jalan lumpur yang dalamnya setinggi paha orang dewasa di ndraso noyo atau bermalam di pinggir jalan kalau dihalangi banjir atau terpaksa menginap di pondok/ndrundru nose di persawahan, ini merupakan bagian kisah anak-anak Nias Barat yang berjuang untuk meneruskan sekolah ke Sekolah Lanjutan Atas di Gunungsitoli karena belum ada SLTA di Nias Barat dan kondisi ini masih berlangsung sampai dengan pertengahan tahun 1980an.

jalan-di-mandreheAtas dasar senasib dan sepenanggungan inilah anak-anak sekolah SMA, SPG dan STM yang berasal dari kecamatan Sirombu, Mandrehe, Lolowa’u dan sebagian dari Tugala oyo Alasa bersatu rasa di Gunungsitoli pada tahun 1960an mereka saling membantu bila terjadi perkelahian sesama pelajar pada waktu itu, memang tahun 60an sampai 70an tawuran pelajar sering terjadi di Gunungsitoli, tawuran pelajar antar daerah.

Karena saling bertemu di gereja BNKP segitiga pada hari minggu, maka mereka sepakat membawakan koor yang diberi nama koor SION dan boleh dikatakan setiap minggu mereka berkumpul untuk latihan koor, persaudaraan dan kebersamaan itulah yang menjadi cikal bakal terbentukknya persekutuan doa SALOM yang akhirnya menjadi Ormas dan organisasi inilah yang membentuk Panitia Badan Persiapan Pembentukan Kabupaten Nias Barat (BPP Kanisbar) Pusat dengan ketua Zemi Gulö SH, sekretaris Raradödö Daeli SIp dan bendahara Oneyus Halawa SE, pada tanggal 18 Oktober 2003 dan direvisi menjasi SK no.03/SK/03 pada tanggal 10 Nopember 2003 yang ditandatangani Aro Daeli BA (ketua) dan Adieli Gulö (sekretaris).

Berdasarkan wewenang yang dimiliki BPP Kanisbar pusat mengeluarkan surat pengangkatan Drs marthin Luther Daeli MSi (ketua), Yupiter Gulö SE MM (sekretaris), Drs Faebuadödö Hia MSi (bendahara) sebagai Panitia BPP Kanisbar perwakilan jakarta dengan Surat Keputusan Nomor : SK-14/BPP-KNB/2004 tanggal 17 Juli 2004. Hal yang sama juga di angkat Panitia Panitia BPP Kanisbar perwakilan Medan yang diketuai Sudirman Halawa SH.

Setelah mandeg sejak tahun 2004 oleh musibah tsunami dan gempa bumi, pergantian anggota DPR RI dan Presiden RI akhirnya BPP Kanisbar perwakilan Jakarta mengadakan pertemuan dengan masyarakat Nias Barat yang ada di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 5 Maret 2007 di Hotel Mercure Jl.Hayam Wuruk Jakarta membahas perkembangan perjuangan pembentukan kabupaten Nias Barat dan juga pada tanggal 19 Maret 2007 ditempat yang sama meneruskan lagi pertemuan masyarakat Nias Barat dan secara kebetulan pada tempat yang sama di Hotel Mercure ada petemuan Komisi II DPR RI dan oleh Firman Jaya Daeli membawa tiga orang anggota DPR RI dari PDIP yaitu FACHRUDDIN S,H.(wakil ketua komisi II), Drs Ben Vincent Djeharu, MM, Dra EDDY MIHATI MSi masing-masing anggota komisi II ke dalam rapat masyarakat Nias Barat.

Pada saat itu bapak Fachruddin meminta agar kalau mau memperjuangkan pemekaran Nias sebaiknya diusulkan sekaligus 3 daerah otonomi supaya ke depan peluang untuk menjadikan propinsi Nias terpenuhi dengan ada 5 daerah tingkat II di Pulau Nias dan meminta agar pada Sidang komisi II DPR RI pada tanggal 24 Maret 2007 datang dengan membawa anggota DPRD dari Nias supaya pemekaran Nias menjadi usul hak inisiatif DPR RI.

Maka pada sore hari sabtu itu juga (19 Maret 2007) BPP kanisbar Jakarta mengontak BPP Nias Utara, Anggota DPRD II Nias, dan Pemda Nias untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhkan pada hari kamis (24 Maret 2007). Hanya dalam 4 hari maka persiapan dapat terpenuhi semua temasuk usulan baru pembentukan kota Gunungsitoli dan mungkin Gunungsitolilah proses tercepat di seluruh Indonesia hanya 19 bulan (Maret 2007 – Oktober 2008) yah selamat menikmatilah……itulah kalau rejeki lagi mulus, tapi jangan seperti kacang ya…canda aja kok.

Selanjutnya secara intensif ketiga komunitas Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli bersama Pemda dan DPRD II Nias bersama komponen masyarakat Nias dan para kolega bahu membahu mewujudkan pemekaran Nias dimulai dengan dibentuknya Team Fasilitasi pemekaran Nias oleh Bupati Nias yang diketuai Drs Marthin Luther Daeli MSi pada tanggal 29 Maret 2007.

Ada Pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten dan DPRD II Nias pada tanggal 14 April 2007 di Hotel Sahid Jaya Jl. Sudirman Jakarta untuk membahas blue print Nias juga dimanfaatkan untuk memperjuangkan pemekaran Nias.

Senin, 11 September 2007 Sidang paripurna DPR RI untuk menjadikan pembentukan Kabupaten Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli bersama 12 daerah otonomi lainnya di Indonesia menjadi hak inisiatip DPR RI dan dikenal dengan kelompok 15 karena ada 15 calon daerah otonomi yang secara bersama-sama diusulkan.

Senin, 17 September 2007 Sidang paripurna DPRD Sumatera Utara menyetujui usulan pembentukan Kabupaten Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli dan pada 10 Desember 2007 keluar amanat presiden (Ampres) untuk ke 15 calon daerah otonomi.

Setelah melalui berbagai survey dan proses oleh team DPR RI, DPD, Depdagri, DPOD maka pada rapat paripurna DPR RI tanggal 29 Oktober 2008 disahkan undang-undang pembentukan Kabupaten Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli bersama 7 daerah otonomi lainnya. Dan pada tanggal 26 November 2008 terbitlah undang undang nomor 46 tahun 2008 mengenai pembentukkan kabupaten Nias Barat.

Selamat menjadi kabupaten Nias Barat, selanjutnya bagaimanakah..? kita tunggu saja.

Disadur dari berbagai sumber tulisan dan percakapan dengan dengan redaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar